Purple Bow Tie

Kamis, 11 Juni 2015

SINGAPORE



When there’s a will, there’s a way. Aku percaya banget sama kalimat ini. Kalimat inilah yang membuktikan kalau keajaiban itu ada, mimpi bisa berubah nyata. Dan inilah tulisanku tentang Singapore. Negara pertama yang aku kunjungi. Di postingan aku sebelumnya, di cerita “One Day Love”, aku pernah nyebutin kalo aku punya impian untuk keliling dunia, go abroad. Dan kali ini aku akan menceritakan pengalamanku sendiri, membuktikan kalau kalimat diatas bukan Cuma sekedar kalimat motivasi, ke Singapore.
Mungkin untuk sebagian orang, orang-orang berlebih, Singapore bukan apa-apa. Tiap weekend bolak-balik kesana mungkin asik-asik aja. Tapi bagi aku dan kedua temanku, sebut saja Valin dan Karin,  Singapore adalah awal mimpi kami yang menjadi kenyataan. Cerita Singapore dimulai ketika kami bertiga kepingin banget keluar negeri. Menurut kami, sebagai mahasiswa yang bukan dari keluarga berlebih, keluar negeri untuk tujuan jalan-jalan adalah tujuan laknat (haha). Karenanya kami mencari jalan lain : konferensi. Mulailah kami mencari-cari konferensi yang berhubungan dengan departemen kami dan yang deadline abstraknya ngga terlalu mepet.
Konferensi pertama yang kami cari yang diselenggarakan di Jepang, negara impiannya Valin. Ada konferensi yang menurut kami agak cocok, tapi diselenggarain di Hokkaido. Valin makin semangat karena ada temannya (uhuk!) yang kebetulan kuliah di Hokkaido. Lalu kami membuat pertimbangan, yaitu masalah biaya. Ongkos pesawat ke Jepang aja udah 8 jutaan untuk PP, itu mungkin baru sampe Tokyo, lah kalo Hokkaido yang beda pulau? Hokkaidopun dicoret, Jepang untuk sementara dilupakan. Tapi keinginan untuk go abroad masih membara. Akhirnya kami sepakat untuk mencari negara yang dekat terlebih dahulu, sekalian mencari pengalaman pertama. Pilihannya adalah Singapore atau Malaysia? Tentu saja kami memilih Singapore yang merupakan negara maju. Kalo ke Malaysia, jangan-jangan berasa pulang ke rumah sendiri (sok tahu anda!)
Sebuah konferensi di Singaporepun berhasil ditemukan, dengan paper requirednya meliputi bidang Meteorologi. Nah, ini dia! Deadlinenya tidak terlalu mepet lagi, dan yang terpenting juga acara konferensinya diselenggarakan tidak lama lagi, kan udah ngga sabar mau keluar negeri.
Kami menyelesaikan abstrak di hari terakhir pengumpulannya, yaitu 20 Maret 2015. Itu juga, setelah maghrib dan dilepas dengan do’a serta nazar-nazar yang dipanjatkan. 7 hari kemudian, waktu aku lagi ngobrol2 sama Karin di kamar Karin, tiba-tiba Valin nge-Line. Doi ngirim gambar yang isinya screenshoot email dari organisasi penyelenggara konferensi. Isi emailnya itu abstrak kami bertiga diterima. Namun ternyata, selidik punya selidik, masih ada seleksi full paper lagi yang pengumumannya tanggal 7 April.  Jadilah kami menguras otak dan tenaga untuk menyelesaikan full paper itu.
Cobaan semakin berat karena saat itu kami sedang menjalani UTS. Namun, keringat tidak berkhianat. Tidak  perlu menunggu sampai tanggal 7, tanggal 6 sepulang kuliah, Valin mengirim pesan lewat Line ke Karin yang isinya nyuruh aku untuk angkat telepon dia karena hpnya lagi aku charge jadinya ngga kedengeran pas ada telepon masuk. Valin sengaja telepon ke aku karena kami satu operator (biar murah). Setelah hp sudah di genggaman, tak lama Valin menelepon kembali. Ia mengabarkan tentang full paper kami yang ternyata DITERIMA. Sekali lagi biar seru : DITERIMA! Aku sama Karin udah mau nangis rasanya. Malam itu juga kita udah cari-cari tiket pesawat dan penginapan yang murah.
Diantara kami bertiga tinggal aku yang belum punya paspor, akhirnya aku luangkan waktu untuk buat paspor. Itu juga udah mepet banget kalo ngeliat tanggal jadi paspor yang kira-kira 4 hari sebelum keberangkatan. Aku buat paspor di kantor imigrasi Bogor. Info tambahan aja yang mau bikin paspor, syaratnya itu bawa KK asli + fotocopy, KTP asli + fotocopy yang diperbesar, sama Akte/Buku nikah/ ijazah (dokumen yang memuat nama orang tua) asli + fotocopynya juga. Aku sampe kantor imigrasi setengah 7an dan itu udah mulai antri untuk ngambil nomor. Sialnya lagi, waktu itu sistemnya lagi eror makanya nomor antrian dibatasi Cuma sampe 50 nomor. Aku udah deg-degan banget ngga kebagian nomor. Setelah antri, ternyata aku masih dapet nomor antrian yaitu nomor 48! Alhamdulillah.
Anyway di kantor imigrasi aku ngeliat orang yang demi apapun merupakan jelmaan dari semua imajinasi aku tentang tokoh Bimasena dari novel Cewek dan Still nya Esti Kinasih. Sumpah ya itu cowok tuh, Bimasena banget! Tinggi, badannya lumayan gede, rambutnya gondrong, pokoknya cowok gunung banget deh! Dan ternyata dia orang Metro tv, aku liat di jaketnya. Doi nganterin cewek yang keliatannya temennya (mudah-mudahan). Terus pas lagi nunggu antrian wawancara, foto dan sidik jari di dalam kantor imigrasi, kebetulan bangku di samping dia kosong. Ya mau gimana lagi, daripada ngga duduk mendingan duduk disamping Bimasena sang cowok gunung (wakakak). Pokoknya gitu deh, aku baru selesai sekitar jam 1an. Dan ternyata ngga bisa langsung bayar ke bank soalnya masih eror sistemnya. Pengambilan paspor itu 3 hari setelah pembayaran ke Bank. Karena bayarnya diundur jadinya ngambil paspornya diundur. Berarti aku ngga bisa ngambil di hari Senin seperti yang direncanakan, mudah-mudahan aja Selasa udah bisa diambil.
Dan Alhamdulillah sehari setelahnya aku udah bisa bayar ke Bank jadi bisa ambil paspornya hari Selasa. Karena harga tiket pesawat yang makin naik tiap harinya, jadi Karin dan Valin mesen tiket duluan. Hari Selasa setelah aku ambil paspor, aku buru-buru mesen tiket pesawat dengan bantuan Karin. Alhamdulillah, untuk keberangkatan aku dapat pesawat yang sama, walaupun pulangnya engga. Ngga apa-apalah, yang penting udah tau caranya naik pesawat, haha.
Tanggal 24 April, aku dan Valin janjian sama Karin di terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta. Kebetulan sehari sebelumnya, aku dan Valin nginep di rumah tante aku di Jakarta, sementara Karin pulang ke rumahnya di Cibinong untuk ngambil perbekalan. Dari rumah tante aku, aku dan Valin dianter sama tante aku, anaknya dan Mama. Kita naik mobil yang suka anter ke bandara. Bayarnya sama kayak Damri, ya lumayanlah. Karin udah berangkat sekitar jam 8an dari Cibinong, sementara aku dan Valin baru jalan jam setengah 11 haha. Semakin deket ke bandara, semakin liat pesawat yang baru take-off, aku semakin deg-degan. Maklum, belum pernah naik pesawat.
Sesampainya di bandara, kami menunggu Karin. Ngga lama kemudian, Damri dari Cibinongpun datang dan Karin turun bersama kopernya. Setelah itu kami masuk ke ruang tunggu dalem. Waktu menunjukkan sekitar jam 12 lewat mungkin. Karena keberangkatan luar negeri katanya harus check-in 2 jam sebelumnya jadi kami buru-buru masuk ke dalem buat check in. Saatnya berpisah dengan Mama dan Tante. Mama udah berkaca-kaca, namanya juga Ibu. Hehe.
Singkat cerita, ternyata masih belom bisa check in. Yaiyalah, soalnya pesawat kita jadwal keberangkatannya jam 16.10, jadinya kami sholat dulu (sekalian jama’ Ashar), makan kentang goreng Karin dan menunggu. Jam 2 lewat baru kami check in dan melewati pemeriksaan imigrasi. Setelah itu menuju gate D5 kalo ngga salah. Kami nunggu lagi karena di boarding pass tertulis open gatenya sekitar jam 15.30an. setelah nunggu, ternyata ada perubahan gate, jadi ke gate D4, untung aja deket dan untung ada bapak-bapak yang ngasih tau. Kami buru-buru menuju D4.
Tibalah saatnya naik pesawat. Aku tiba-tiba merasa keren, bisa naik pesawat (dasar norak!). Kita duduk bertiga, Valin pojok, aku tengah dan Karin pinggir. Sayangnya, jendelanya ngga pas disamping Valin jadi agak pegel juga kalo mau ngelongok lewat jendela pesawat. Karena lalu lintas udara yang lagi padat, jadinya terpaksa pesawat kami harus ngantri buat take off.  Baru pas jam 5an pesawat melaju dengan kecepatan tinggi. Aku tau itu tandanya udah mau take-off. Ada perasaan bersyukur yang teramat sangat yang tiba-tiba menyelimuti. I’m going abroad! Dan pesawat Lion Air kami meninggalkan tanah.
Aku sama Karin tidur beberapa lama di pesawat, sesekali aja aku bangun buat nengok ke luar. Dan ketika pesawat memasuki wilayah Singapore, kami terjaga sepenuhnya. Aku dan Valin sibuk menggumamkan kata-kata “Dibawah beneran Singapore!” Dan pesawat landing di Changi Airport. Kesan pertama setelah keluar dari pesawat adalah, “Wah! Keren banget!” kami mengikuti rombongan orang-orang. Kemudian bingung sendiri dimana tempat mengambil bagasi. Setelah memberanikan diri, Karin nanya juga ke seorang petugas perempuan. Petugas itu ngajarin kita make mesin Flight Info. Anyway mesin ini tuh nunjukkin status penerbangan kita. Tinggal masukin nomor penerbangan nanti keliatan statusnya. Kita masukin nomor penerbangan kita dan keterangannya sudah mendarat dengan bagasi di belt 44. Ada rute ke belt nya juga. Akhirnya kita ikutin rute itu dan ternyata jauh banget. Akhirnya sampe juga tuh ke pemeriksaan imigrasi, setelah itu baru kita menuju belt 44 dan ambil koper-koper kita.
Di deket sana juga ada toilet, langsung aja kita gantian ke toilet. Dan di depan toilet juga ada air minum, Karin sama Valin ngisi ulang botol minum sampe penuh. Anyway airnya air dingin loh. Gila seger banget (noraaaakkk!)
Suasana belt pengambilan bagasi, Changi
Valin (Kiri) dan Karin (sisanya) yang lagi ambil minum gratis, wkwk
Setelah mengambil minum sebanyak-banyaknya, kami bergegas mencari tempat buat makan. Bukan, bukan restoran. Tapi tempat yang enak buat buka bekal haha. Akhirnya nemu juga tuh, semacam lobi buat naik turunin penumpang taksi dan sejenisnya. Lumayan sepi. Kita duduk di bangku dan buka nasi bungkus bawaan Karin. Makan deh! Bodo amat lah makan nasi bungkus di Changi, yang penting kenyang. Putusin urat malu, palingan kalo ada petugas buru-buru ditutupin biar ngga keliatan. Cuma ngeri diusir doang, tapi kayaknya mah ngga bakal diusir haha.
Suasana makan nasi bungkus
Setelah kenyang kami bergegas menuju Bugis, tempat penginapan kita. Sebenernya sih kita Cuma nyewa buat 2 malem aja, tanggal 25 malem dan 26 malem. Jadi malam itu kami berniat keliling-liling Chinatown atau mana aja gitu yang emang rame kalo malem. Sebelumnya mau mampir ke Masjid Sultan (Masjid terkenal di Singapore) buat sholat. Menuju Bugis kita naik MRT. Parahnya, penjualan tiket MRT udah full make mesin, dan kita ngga tau gimana cara makenya. Setelah nyontek sama orang sebelah baru deh bisa. Biayanya dari Changi ke Bugis (kalo ngga salah) S$ 2.3. dari Changi  kita transit di Tanah Merah dan naik lagi ke arah Joo Koon tapi turun di Bugis.
Dari stasiun Bugis, kita jalan kaki ke masjid Sultan. Untungnya ngga terlalu jauh. Dan rasanya ngeliat masjid Sultan itu..... tidak terdefinisi. Happy banget dehh pokoknya. Akhirnya kita wudhu tuh. Dan wow, tempat wudhunya ada kipas anginnya + ada bangku dari semen untuk orang-orang yang ngga kuat wudhu sambil berdiri. Karena lagi ada renovasi gitu, kita jadi bingung kalo cewek masuknya lewat pintu mana, jadi abis wudhu kita Cuma terduduk di kursi samping masjid sambil mandangin anak-anak (kayaknya SMP) main bola di jalanan depan masjid. Kondisinya itu udah sekitar jam 11 malem waktu Singapore, dan anak-anak itu masih main bola ckck.  Ada satu anak yang masuk ke pelataran masjid dan lewatin kita. Karin nanya juga tuh ke dia yang keliatannya abis cuci muka. Karin nanya pintu masuk buat yang cewek, dan ternyata pintu masuknya ada di deket kursi yang kita dudukin. Dan menggembirakannya lagi, anaknya ganteng! Dia tinggi, tapi emang masih kayak SMP gitu. Tapi mukanya kayak campuran arab sama bule, makanya ganteng haha.
Kami memasuki masjid dan langsung ke lantai dua yang khusus buat akhwat. Udara sejuk dari kipas angin yang banyak terpasang segera menyambut. Ada 2 orang perempuan berjilbab yang keliatannya mahasiswi yang lagi ngobrol-ngobrol di sana. Karena ngga tau mukena masjid ditaro dimana, akhirnya kita bertiga sholatnya gantian make mukena Valin. Abis sholat, Karin nanya sama mahasiswi itu, masjid tutupnya jam berapa. Soalnya masjid Sultan bukan Cuma tempat ibadah aja, biasa dikunjungi tourist juga jadi mungkin ada jam tutupnya. Subhanallahnya adalah, mahasiswi itu bilang ngga ditutup malem itu, karena mau ada Qiyam (Qiyamul lail). Karin memverifikasi kalau kita bisa stay di masjid sampe Subuh, dan sang mahasiswi menjawab “Bisa banget!”
Dengan perasaan bahagia, kami tidur di pojokan, koper-koper dan barang-barang kami susun sedemikian rupa, tidak lupa tas kami jadikan sebagai bantal. Karpet masjid yang empuk, kipas angin yang bertiup kencang, mengantarkan kami menuju alam mimpi. Aku peringatkan NOT TO TRY THIS AT ANY MOSQUE, ESPECIALLY FOR WOMEN! Bisa tidur di masjid Sultan adalah keberuntungan belaka, karena malem setelahnya, waktu aku sama Valin lewat masjid Sultan lagi, gerbang masjid lagi digembok. Sumpah, kita berasa beruntung banget. Dan kami tidur dengan senyum tersungging di wajah.
Suara-suara bacaan Qur’an membangunkan aku. Aku lirik Karin dan Valin udah duduk. Dan udah rapi berjejer beberapa shaf wanita. Aku lirik jam tangan sekitar jam 3an waktu Indonesia. Karin dan Valin gantian wudhu tuh, sementara aku masih blank banget. Karena keterbatasan mukena, jadinya Cuma Valin yang ikut Qiyam, aku sama Karin yang tadinya sempet ngeliatin doang ganti posisi jadi tidur lagi! Parah wkwk. Tapi Valin trip ke Singaporenya jadi berkesan banget, sempet Qiyam berjama’ah di masjid Sultan haha.
Jam setengah 5an waktu Indonesia, aku kebangun lagi. Udah mau subuh ternyata. Aku buru-buru ambil wudhu, tapi tetep aja sholatnya gantian. Ngomong-ngomong, Indonesia dan Singapore itu beda 1 jam, Singapore lebih cepet. Tapi suasananya sama kayak di Indonesia. Jadi pas jam setengah 5an waktu Indonesia, di Singapore udah jam setengah 6an. Tapi diluar masih gelap, sama aja kayak setengah 5nya Indonesia. Selesai sholat, kita beresin barang-barang dan menuju tempat wudhu masjid lagi. Kita ganti baju dan bersih-bersih disana. Ngga bisa mandi karena emang toiletnya ya Cuma buat buang air doang, ngga ada kolem air atau showernya. Selesai bersih-bersih, ganti baju dan rapi-rapi, kita meninggalkan masjid Sultan, masjid penyelamat dari luntang-lantung di jalan. Karena jalanan masih sepi, jadinya kita foto-foto dulu di sekitar masjid.

Masjid Sultan yang sedang mengalami renovasi di beberapa bagian.
Aku di lingkungan yang masih sepi.
Valin looks like a model ^-^

Karina with her luggage


Abis puas foto-foto, baru deh kita menuju hotel konferensi. Jalanan masih sepi banget padahal udah sekitar jam 8an kalo ngga salah. Mungkin emang rush hournya orang Singapore jam 9 atau jam 10an. Kita naik MRT lagi dari stasiun Bugis, masih dengan bawa-bawa koper loh itu, soalnya mau nitip ke resepsionis hotel tempat kita nginep eh belom buka resepsionisnya. Kita naik MRT dan turun di stasiun apa gitu deh lupa. Keluar dari stasiun ada bapak-bapak yang nanya mau kemana, karena kita pada make jilbab jadinya ditanyanya make bahasa Melayu. Kita bilang tuh hotel tempat konferensi, terus sama dia ditunjukkin deh arahnya. Gila baik banget, pas baru sampe stasiun Bugis dari Changi juga ada yang nanya mau kemana, dan ditunjukkin juga arah tujuannya. Ramah-ramah banget deh pokoknya!
Sampe di hotel tujuan, ternyata acaranya belom mulai. Acaranya ada di lantai 2, akhirnya kita bertiga naik lift menuju lantai 2. Tiba-tiba aja, Valin sang ketua delegasi ngga mau presentasi, karena menurut dia Inggrisnya ngga terlalu bagus, Karin juga nolak presentasi karena dia ngerasa ngga terlalu nguasain materi. Dengan membulatkan tekad, akhirnya aku siap-siap untuk presentasi. Ngga berapa lama, datanglah seorang perempuan dengan gayanya yang santai bersama seorang laki-laki, yang ternyata adalah suaminya. Perempuan itu make jilbab juga, makanya dia nyapa kita dan ngucap salam “Assalamu’alaikum”. Kita ngikutin dia masuk ke ruang konferensi tuh, koper-koper kita taro di pojok ruangan dan aku sengaja ngambil tempat disamping mbak-mbak yang ternyata bernama Sakinah dari Malaysia. Mrs. Sakinah ini baik dan ramat banget. Aku jadi nyaman ngobrol sama dia. Dan ternyata suaminya adalah dosen dan salah satu juri di konferensi. Wow!
Mrs. Sakinah yang kindful
Konferensi pun dimulai sekita pukul 10 pagi. Ada tea break sekita jam 12an, dan dilanjutin konferensi terus ada makan siang bareng. Aku belom kebagian presentasi juga, makanya masih rada deg2an. Makan siangnya di lantai satu, dan terkutuklah lift yang bikin aku pusing makanya ngga nafsu makan. Padahal makanannya banyak dan enak-enak, tapi aku malah ngga abis. Dessertnya juga ngga aku abisin, huwaaaa sayang banget~~ selesai makan, konferensi dilanjutin dan aku kebagian presentasi. Aku berusaha melakukan presentasi semampu aku, tapi yang menyedihkannya, Karin sama Valin ngga moto T-T. Tapi yang penting semua sudah selesai. Acaranya selesai sekitar jam 4 sore. Kami banyak foto-foto sama delegasi dari negara lain, seperti Thailand dan Myanmar.
The Conference

Pas lagi presentasi >.<
Sama temen dari Myanmar

Bersama teman-teman dari Thailand, sayang ngga ada Kao Jirayu :v

Lunch


Smileeeeeeeeee :)
Selesai konferensi, hujan turun dengan deras. Akhirnya kami berlari-lari memasuki stasiun dan kembali ke stasiun Bugis. Di stasiun Bugis tetep aja stuck karena hujan yang deras dan jarak stasiun dengan hotel yang agak jauh. Jadinya kita stay di stasiun Bugis sambil memandangi hujan. Ternyata di Singapore bisa ujan juga ya (yaiyalah!), dan emang setelah aku perhatiin, per-awan-an Singapore besar-besar juga loh, hampir mirip Bogor, kebanyakan kayaknya Cumulonimbus deh (sotoy). Hujan yang mulai reda mengirim kami ke hotel. Kamipun check in dan menuju kamar kami di lantai 3. Kami memesan kamar yang sistemnya kayak asrama. Jadi satu kamar bisa untuk 8 orang tapi itu khusus perempuan, soalnya ada juga yang kamar campur, udah lazim kayaknya di Singapore mah. Sesampainya di kamar, perasaan bahagia manyelimuti kami saat melihat tempat tidur. Kayaknya udah lamaaaaaa banget deh ngga tidur di kasur wkwk. Kamipun mandi dan sholat ashar dan zuhur yang dijama’. Oh iya, baru ada 1 orang -yang lagi keluar- di kamar kita. Anyway hape aku udah lowbet dari bandara Soekarno-Hatta. Di samping kasur sih ada colokan, tapi beda gitu, mesti make adapter lagi. Jadinya untuk ngubungin keluarga lewat Ipad Karin yang masih nyala dan bisa akses ke Wifi hotel. Abis itu kita tidur karena udah capek banget.
Jam setengah 8an waktu Singapore kita bangun untuk sholat maghrib. Abis itu aku dan Valin memutuskan untuk jalan-jalan, sebelumnya kita nyewa adapter sama resepsionis hotel. Kita mau cari pusat pertokoan yang murah-murah. Karin ngga ikut karena kecapekan dan kakinya keselo pas tidur di masjid. Aku dan Valin jadi anak malem karena jam 9  waktu Singapore kita baru main keluar. Kita nyampe ke Bugis Street tuh, semacam jalan yang kanan-kirinya toko-toko semua. Kita mah mau liat-liat doang, inget-inget harga aja. Terus kita beli lemon tea deh, biar keliatannya ngga Cuma muter-muter. Lemon tea aja harganya $1. Kita gagal jadi anak malem, soalnya jam 10 udah pulang haha. Kita nyari warung makan, biar bisa beli nasi doang. Soalnya aku mau bikin pop mie dan daging serundeng yang Karin bawa juga masih ada. Udah muter-muter sekitar Arab street ngga ketemu juga warung makan Padang yang katanya ada di deket sana, yaudah aku sama Valin pulang aja. Sesampainya di hotel, kita sholat Isya dan aku ngecharge. Begitu hape nyala dan dapet wifi itu rasanyaaaaa kayak terhubung ke dunia luar. Happy banget!
Aku bbman sampe malem. Oh iya aku sama Valin juga nyempetin buatin tulisan-tulisan untuk orang-orang terkasih *eaaa. Kita juga ngelist tempat-tempat yang mau didatengin keesokan harinya. Dan ternyata di kamar kami yang malam itu udah penuh ada orang Indonesia yang lain. Dia dari Kalimantan, tapi lupa siapa namanya. Dia katanya sih mau ketemu temen. Gokil banget ketemuan ama temen di Singapore, haha. Setelah itu baru deh aku sama Valin tidur.
Hari berikutnya, tanggal 26 April, kita bangun dan sholat Subuh. Kita juga mandi dan siap2 berangkat, sengaja berangkat dari pagi biar bisa ke semua tempat yang ada di list. Sebelum berangkat kami sarapan dulu di rooftop hotel. Sarapannya self service gitu, kami bertiga bikin sereal + susu + minum susu, dan ujung2nya pada ngga abis wkwk. Abis makan, piringnya wajib cuci sendiri. Abis itu baru deh berangkat. Di stasiun Bugis kami bikin tourist pass biar puas keliling-kelilingnya. Harga bikin tourist pass itu $20, tapi waktu kita balikin tourist pass nya nanti $10 nya dikembaliin, semacam jaminan gitu deh.
Destinasi pertama kami adalah Merlion Park! Kami pikir turunnya di stasiun Marina Bay, eh ternyata pas sampe stasiun sana kata petugasnya disana Cuma ada semacam kasino gitu. Ucet daahh. Akhirnya kami mundur satu stasiun ke Raffles Place. Dari Raffles Place jalan kaki ke Merlion Park. Sepanjang jalan menuju Merlion Park, kami foto-foto dong pastinya. Sampe foto gantian di depan perahu wisata yang lagi ngelewatin danau, haha.





Perahunya masih keliatan gede

Masih ada

Untung masih keliatan wkwk
Kami kembali melanjutkan perjalanan. Go to Merlion Park means we have to cross Esplanade Road. And trust me the road was sooooooo cool. We take pictures there, of course. 


Finally sampailah kami di Merlion Park. Rasanya tuh happy banget karena bener-bener berasa di Singaporenya. FYI, Merlion itu adalah nama patung yang jadi iconnya Singapore. Nama itu merupakan gabungan dari kata Mermaid dan Lion yang merupakan bentuk patung tersebut. Kita foto-foto sepuasnya, dan ngga lupa juga foto memamerkan tulisan-tulisan “thanks to” yang udah kita buat. Tapi di sana panas banget, karena emang disana itu gedung melulu kan isinya plus langsung berbatasan sama teluk yang juga membawa aroma laut.







Setelah puas foto-foto, kami  kembali berangkat menuju NTU (Nanyang Technology University) yang merupakan request-annya Valin. Di jalan menuju Stasiun Raffles Place, kami ketemu sama Mrs. Sakinah. Cuma sempet say hy + cipika-cipiki doang karena dia juga kayaknya buru-buru.
Menuju NTU kami menempuh perjalanan yang cukup jauh, atau sejauh yang mungkin ditempuh di Singapore. Kami turun di stasiun Boon Lay yang waktu tempuhnya bisa diisi dengan tidur di MRT. Keluar stasiun Boon Lay kami langsung memasuki semacam mal gitu, sebenernya sih kita mau ke terminal Boon Lay, tapi ya jalannya emang mesti ngelewatin mal dulu (ribet amat idupnya-_-). Kita naik bus nomor 199 yang jalurnya emang melewati atau mengelilingi NTU. Percaya deh, antrian buat naik bus nya aja rapi banget. Setiap nomor bus ada line antriannya sendiri. Cool parah. Oh iya, tourist pass bisa digunain buat bus juga, tinggal tap aja pas naik dan turun bus. Bus 199 pun datang, dan bus nya itu bus tingkat! Yaaaayyy! Kami sengaja naik di atas, aku sendiri duduk di barisan paling depan, di samping anak smp (mungkin) yang lagi asik makan es krim bikin ngiler. Di dalem bus juga ada layar penghitung jumlah kursi yang kosong. Keren!
Kerennya lagi, bus umum itu memasuki atau mengelilingi NTU juga. Karena ada misskom, kami jadinya turun di sebuah halte ngga jauh dari pintu masuk. Pengennya sih foto di depan tulisan Nanyang Tech Univ nya tapi ngga tau mesti kemana. NTU segede gitu masa mau di kelilingin jalan kaki? Ada sih tulisan kayak gitu di depan pintu masuk, tapi ngga yakin juga bisa dijadiin tempat foto, soalnya topografinya (alah!) yang agak menanjak gitu deh pokoknya. Akhirnya kami nungguin bus yang sama di halte itu, dan harus merasa puas ngeliat-liat NTU dari balik kaca bus.  Dan sumfeh deh NTU gede banget! Keren banget pokoknya.




Kami kembali menuju ke halte Boon Lay itu. Sesampainya disana, kami keliling mal dulu. Ada sejenis Japan Street, Korean Street sama Thai Street gitu deh di sana. Semacam pameran makanannya gitu. Kami juga udah bertekad buat beli makan sih, dan targetnya paling mahal $5, eh tau-taunya di depan mal ketemu jejeran toko-toko makanan gitu dan ada yang ngejual nasi lemak pake ayam dan telur mata sapi dan sambel seharga $2.2 haha rejeki anak soleh emang ngga kemana. Aku juga sempet beli fish ball gitu, enak banget deh. Kita makan di trotoar tuh, udah kelaperan banget seoalnya. Terus tiba-tiba aja gerimis, untung nasi lemaknya udah abis. Akhirnya otw stasiun Boon Lay lagi menuju Chinatown!
Sampe di Chinatown ternyata ujan juga. Setelah sempet stuck di depan toko yang tutup (sedih amat) akhirnya kami memutuskan untuk payungan satu bertiga. Cuma si Karin yang bawa payung soalnya, haha. Kami menuju satu toko yang udah kami incar karena harga yang dipajangnya murah. Aku beli gantungan kunci, kaos, postcard, gelang, sama tas. Aku juga beli jam tangan buat Papa yang tanggal 27 nya ulang tahun hehe.



Tadinya abis dari Chinatown kami mau ke Little India gitu kan, tapi berhubung pinggang dan kaki yang udah pegel banget, terpaksa rencana itu dibatalkan. Kami pun touch down hotel. Tadinya mau naik bus, tapi ngga tau rutenya jadinya naik MRT lagi. Sesampainya di hotel kami istirahat (re : tidur). Abis sholat maghrib, aku sama Valin otw lagi ke Merlion karena kami berdua ngincer banget suasana malemnya. Kalo Karin Cuma ke Bugis Street aja buat nyari oleh-oleh, soalnya kakinya masih keseleo jadi kalo jalan jauh-jauh mungkin masih berasa sakit. Aku dan Valin lari-larian tuh, ke stasiun Bugis, dan dari stasiun Raffles Place ke Merlion Parknya. Soalnya, kami mesti nukerin tourist pass sebelum counternya tutup jam 9 malem. Bisa aja sih nukerinnya besok pagi, tapi bukanya jam 10 sementara kami naik pesawat pagi. So, aku sama Valin lari-larian aja kayak bocah karena kami berencana ke Orchard Street juga. Pas lewatin jembatan yang deket Anderson Bridge sempet foto-foto juga sih. Bagus dehhh, jembatannya banyak lampunya soalnya.
Dan pas sampai di Merlion.... SUBHANALLAH! Pengen nangis rasanya saking indahnya.
Apa ya? susah digambarin dengan kata-kata, bisanya dengan foto langsung aja haha. Lampu disana-sini, Kincir (ngga tau namanya apa) yang lampunya berubah-ubah, Helix Bridge yang sama terangnya, pokonya apa ya, keren parah lah pokoknya. Sama sekali bukan pilihan yang buruk kesana malem-malem. Dan pas malem emang suasanya lebih sepi. Indah banget lah pokoknya.
Abis itu, aku sama Valin kan mau ke Orchard, tapi berhubung udah mau jam 9 jadinya kami memilih nukerin tourist pass dulu. Tapi sayangnya di st. Raffles Place udah tutup counternya, akhirnya kami menuju stasiun sebelah yang katanya masih buka. Alhamdulillah keburu nukerin tourist passnya, gokil aja kalo $10 ngga ditukerin, seratus ribu boy! Dari stasiun itu kami melanjutkan perjalan ke stasiun Orchard dengan uang sendiri (hiks). Sesampainya di Orchard aku sama Valin Cuma bisa melongo ngeliatin gedung-gedung yang segitu kerennya, sampe-sampe di klaksonin taksi coba! Bener-bener kayak bocah kampung yang baru ke kota wkwk. Tapi ternyata gitu-gitu aja sih, ngga ada yang terlalu menarik. Kenapa? Karena di Orchard itu kebanyakan pusat perbelanjaan yang buat kaum berduit dan tentu saja itu bukan aku dan Valin! That’s why Orchard just so-so for us wkwk. In the end Cuma foto di trotoar doang, sebagai bukti pernah ke Orchard :D
Dari Orchard masih sempet-sempetnya ke Bugis Street soalnya ada barang yang kelupaan di beli Valin, yaudahlah ya, sekalian lewat hehe. Ngga lupa buat beli lemon tea $1 lagi haha. Sampe hotel kembali aku charger handphone dan jatuh tertidur.
Hari berikutnya, hari Senin tanggal 27 April, kami bangun jam 5 waktu Indonesia dan siap-siap dan sholat dan berangkat menuju Changi. Pesawat Karin dan Valin soalnya take off jam 8 makanya kami buru-buru banget kesananya. Sesampainya di Changi udah jam 7an tuh, kami langsung menuju terminal 2 dan nanya check in untuk Tiger Air. Ternyata counternya paling ujung dan gate nya udah dibuka. Abis itu aku berpisah sama Karin dan Valin, karena aku pesawat pulangnya emang beda kan sama mereka. Karena mereka ngga dapet bagasi jadinya 2 koper yang kita bawa aku yang bawa semua, ditaro di bagasi aku, jadinya aku bawa 2 koper + 1 tas ransel. Aku berpisah dengan mereka deh tuh dan segera menuju terminal 3 karena ternyata tempat Lion Air disana.
Walaupun aku penerbangan jam 10 tapi tetep aja aku buru-buru, sendirian soalnya, mesti jaga-jaga aja ngga boleh teledor. Aku check in di counter 1, dan suasana Changi pagi itu masih sepi banget. Sepi untuk ukuran bandara Internasional. Aku langsung check in dan naro bagasi, gatenya dibilangnya A19 tuh. Abis itu aku sempetin dulu buat ambil minum karena aku capek banget gara-gara jalan buru-buru dan deg2an haha. Abis minum dan istirahat sebentar aku langsung ngelewatin pemeriksaan imigrasi dan menuju ke gate A19. Saking jauhnya itu gate aku sampe naik skytrain dulu.
Skytrainnya Cuma sampe A15, dari sana aku jalan lagi ke A19. Ada mesin flight info, aku iseng kan mau ngecek no penerbangan aku, eh ternyata gate nya dipindah ke B3 padahal setelah pemeriksaan imigrasi arah gate A dan B itu bersebrangan! Gosh! Aku naik skytrain lagi dan setiap ada mesin Flight Info aku cek lagi, takut berubah lagi walau kayaknya ngga mungkin gatenya berubah dua kali.
Sesampainya di B3 aku tanya petugas dan bener sih disitu penerbangan aku. Dengan lebih tenang aku nunggu sambil dengerin lagu dan foto-foto. Baru deh jam setengah 10an kira-kira baru masuk ke pesawat. Aku duduknya di samping jendela! Seneng banget deh! And it means Bye Singapore! Wish me come back ya!
Di pesawat aku fotoin awan-awan melulu, abisnya keren sih. Terus aku beberapa kali ketiduran juga. Sampe di bandara Soekarno-Hatta aku ngubungin Karin tapi ngga bisa-bisa juga. Padahal mereka semestinya udah landing dari jam 9an. Emang sih pas aku mau ngambil bagasi ada pengumuman tentang nomor penerbangan Karin yang udah landing, maksudku kalo udah dari tadi juga mestinya ngga perlu diumumin kan? Waktu aku sampe bandara udah jam 12an soalnya. Ternyata pesawatnya Karin dan Valin delay coba. Makanya mereka juga baru sampe. Di terminal Damri kami tukeran barang bawaan tuh, dan touch down menuju rumah masing-masing.
Singapore adalah negara pertama, dan akan kupastikan ia bukan negara terkahir! :)