When there’s a will, there’s a way. Aku percaya banget sama
kalimat ini. Kalimat inilah yang membuktikan kalau keajaiban itu ada, mimpi
bisa berubah nyata. Dan inilah tulisanku tentang Singapore. Negara pertama yang
aku kunjungi. Di postingan aku sebelumnya, di cerita “One Day Love”, aku
pernah nyebutin kalo aku punya impian untuk keliling dunia, go abroad. Dan kali
ini aku akan menceritakan pengalamanku sendiri, membuktikan kalau kalimat
diatas bukan Cuma sekedar kalimat motivasi, ke Singapore.
Mungkin untuk sebagian orang, orang-orang berlebih,
Singapore bukan apa-apa. Tiap weekend bolak-balik kesana mungkin asik-asik aja.
Tapi bagi aku dan kedua temanku, sebut saja Valin dan Karin, Singapore adalah awal mimpi kami yang menjadi
kenyataan. Cerita Singapore dimulai ketika kami bertiga kepingin banget keluar
negeri. Menurut kami, sebagai mahasiswa yang bukan dari keluarga berlebih,
keluar negeri untuk tujuan jalan-jalan adalah tujuan laknat (haha). Karenanya
kami mencari jalan lain : konferensi. Mulailah kami mencari-cari konferensi
yang berhubungan dengan departemen kami dan yang deadline abstraknya ngga
terlalu mepet.
Konferensi pertama yang kami cari yang diselenggarakan di
Jepang, negara impiannya Valin. Ada konferensi yang menurut kami agak cocok,
tapi diselenggarain di Hokkaido. Valin makin semangat karena ada temannya
(uhuk!) yang kebetulan kuliah di Hokkaido. Lalu kami membuat pertimbangan,
yaitu masalah biaya. Ongkos pesawat ke Jepang aja udah 8 jutaan untuk PP, itu
mungkin baru sampe Tokyo, lah kalo Hokkaido yang beda pulau? Hokkaidopun
dicoret, Jepang untuk sementara dilupakan. Tapi keinginan untuk go abroad masih
membara. Akhirnya kami sepakat untuk mencari negara yang dekat terlebih dahulu,
sekalian mencari pengalaman pertama. Pilihannya adalah Singapore atau Malaysia?
Tentu saja kami memilih Singapore yang merupakan negara maju. Kalo ke Malaysia,
jangan-jangan berasa pulang ke rumah sendiri (sok tahu anda!)
Sebuah konferensi di Singaporepun berhasil ditemukan, dengan
paper requirednya meliputi bidang Meteorologi. Nah, ini dia! Deadlinenya tidak
terlalu mepet lagi, dan yang terpenting juga acara konferensinya
diselenggarakan tidak lama lagi, kan udah ngga sabar mau keluar negeri.
Kami menyelesaikan abstrak di hari terakhir pengumpulannya,
yaitu 20 Maret 2015. Itu juga, setelah maghrib dan dilepas dengan do’a serta
nazar-nazar yang dipanjatkan. 7 hari kemudian, waktu aku lagi ngobrol2 sama
Karin di kamar Karin, tiba-tiba Valin nge-Line. Doi ngirim gambar yang isinya
screenshoot email dari organisasi penyelenggara konferensi. Isi emailnya itu
abstrak kami bertiga diterima. Namun ternyata, selidik punya selidik, masih ada
seleksi full paper lagi yang pengumumannya tanggal 7 April. Jadilah kami menguras otak dan tenaga untuk
menyelesaikan full paper itu.
Cobaan semakin berat karena saat itu kami sedang menjalani
UTS. Namun, keringat tidak berkhianat. Tidak
perlu menunggu sampai tanggal 7, tanggal 6 sepulang kuliah, Valin
mengirim pesan lewat Line ke Karin yang isinya nyuruh aku untuk angkat telepon
dia karena hpnya lagi aku charge jadinya ngga kedengeran pas ada telepon masuk.
Valin sengaja telepon ke aku karena kami satu operator (biar murah). Setelah hp
sudah di genggaman, tak lama Valin menelepon kembali. Ia mengabarkan tentang full paper kami yang ternyata DITERIMA. Sekali lagi biar seru : DITERIMA! Aku sama
Karin udah mau nangis rasanya. Malam itu juga kita udah cari-cari tiket pesawat
dan penginapan yang murah.
Diantara kami bertiga tinggal aku yang belum punya paspor,
akhirnya aku luangkan waktu untuk buat paspor. Itu juga udah mepet banget kalo
ngeliat tanggal jadi paspor yang kira-kira 4 hari sebelum keberangkatan. Aku
buat paspor di kantor imigrasi Bogor. Info tambahan aja yang mau bikin paspor,
syaratnya itu bawa KK asli + fotocopy, KTP asli + fotocopy yang diperbesar,
sama Akte/Buku nikah/ ijazah (dokumen yang memuat nama orang tua) asli +
fotocopynya juga. Aku sampe kantor imigrasi setengah 7an dan itu udah mulai
antri untuk ngambil nomor. Sialnya lagi, waktu itu sistemnya lagi eror makanya
nomor antrian dibatasi Cuma sampe 50 nomor. Aku udah deg-degan banget ngga
kebagian nomor. Setelah antri, ternyata aku masih dapet nomor antrian yaitu
nomor 48! Alhamdulillah.
Anyway di kantor imigrasi aku ngeliat orang yang demi apapun
merupakan jelmaan dari semua imajinasi aku tentang tokoh Bimasena dari novel
Cewek dan Still nya Esti Kinasih. Sumpah ya itu cowok tuh, Bimasena banget!
Tinggi, badannya lumayan gede, rambutnya gondrong, pokoknya cowok gunung banget
deh! Dan ternyata dia orang Metro tv, aku liat di jaketnya. Doi nganterin cewek
yang keliatannya temennya (mudah-mudahan). Terus pas lagi nunggu antrian
wawancara, foto dan sidik jari di dalam kantor imigrasi, kebetulan bangku di
samping dia kosong. Ya mau gimana lagi, daripada ngga duduk mendingan duduk
disamping Bimasena sang cowok gunung (wakakak). Pokoknya gitu deh, aku baru
selesai sekitar jam 1an. Dan ternyata ngga bisa langsung bayar ke bank soalnya
masih eror sistemnya. Pengambilan paspor itu 3 hari setelah pembayaran ke Bank.
Karena bayarnya diundur jadinya ngambil paspornya diundur. Berarti aku ngga
bisa ngambil di hari Senin seperti yang direncanakan, mudah-mudahan aja Selasa
udah bisa diambil.
Dan Alhamdulillah sehari setelahnya aku udah bisa bayar ke
Bank jadi bisa ambil paspornya hari Selasa. Karena harga tiket pesawat yang
makin naik tiap harinya, jadi Karin dan Valin mesen tiket duluan. Hari Selasa
setelah aku ambil paspor, aku buru-buru mesen tiket pesawat dengan bantuan
Karin. Alhamdulillah, untuk keberangkatan aku dapat pesawat yang sama, walaupun
pulangnya engga. Ngga apa-apalah, yang penting udah tau caranya naik pesawat,
haha.
Tanggal 24 April, aku dan Valin janjian sama Karin di
terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta. Kebetulan sehari sebelumnya, aku dan Valin
nginep di rumah tante aku di Jakarta, sementara Karin pulang ke rumahnya di
Cibinong untuk ngambil perbekalan. Dari rumah tante aku, aku dan Valin dianter sama
tante aku, anaknya dan Mama. Kita naik mobil yang suka anter ke bandara.
Bayarnya sama kayak Damri, ya lumayanlah. Karin udah berangkat sekitar jam 8an
dari Cibinong, sementara aku dan Valin baru jalan jam setengah 11 haha. Semakin
deket ke bandara, semakin liat pesawat yang baru take-off, aku semakin
deg-degan. Maklum, belum pernah naik pesawat.
Sesampainya di bandara, kami menunggu Karin. Ngga lama
kemudian, Damri dari Cibinongpun datang dan Karin turun bersama kopernya.
Setelah itu kami masuk ke ruang tunggu dalem. Waktu menunjukkan sekitar jam 12
lewat mungkin. Karena keberangkatan luar negeri katanya harus check-in 2 jam sebelumnya
jadi kami buru-buru masuk ke dalem buat check in. Saatnya berpisah dengan Mama
dan Tante. Mama udah berkaca-kaca, namanya juga Ibu. Hehe.
Singkat cerita, ternyata masih belom bisa check in.
Yaiyalah, soalnya pesawat kita jadwal keberangkatannya jam 16.10, jadinya kami
sholat dulu (sekalian jama’ Ashar), makan kentang goreng Karin dan menunggu.
Jam 2 lewat baru kami check in dan melewati pemeriksaan imigrasi. Setelah itu
menuju gate D5 kalo ngga salah. Kami nunggu lagi karena di boarding pass tertulis
open gatenya sekitar jam 15.30an. setelah nunggu, ternyata ada perubahan gate,
jadi ke gate D4, untung aja deket dan untung ada bapak-bapak yang ngasih tau.
Kami buru-buru menuju D4.
Tibalah saatnya naik pesawat. Aku tiba-tiba merasa keren,
bisa naik pesawat (dasar norak!). Kita duduk bertiga, Valin pojok, aku tengah
dan Karin pinggir. Sayangnya, jendelanya ngga pas disamping Valin jadi agak
pegel juga kalo mau ngelongok lewat jendela pesawat. Karena lalu lintas udara
yang lagi padat, jadinya terpaksa pesawat kami harus ngantri buat take off. Baru pas jam 5an pesawat melaju dengan
kecepatan tinggi. Aku tau itu tandanya udah mau take-off. Ada perasaan
bersyukur yang teramat sangat yang tiba-tiba menyelimuti. I’m going abroad! Dan
pesawat Lion Air kami meninggalkan tanah.
Aku sama Karin tidur beberapa lama di pesawat, sesekali aja
aku bangun buat nengok ke luar. Dan ketika pesawat memasuki wilayah Singapore,
kami terjaga sepenuhnya. Aku dan Valin sibuk menggumamkan kata-kata “Dibawah
beneran Singapore!” Dan pesawat landing di Changi Airport. Kesan pertama
setelah keluar dari pesawat adalah, “Wah! Keren banget!” kami mengikuti
rombongan orang-orang. Kemudian bingung sendiri dimana tempat mengambil bagasi.
Setelah memberanikan diri, Karin nanya juga ke seorang petugas perempuan.
Petugas itu ngajarin kita make mesin Flight Info. Anyway mesin ini tuh
nunjukkin status penerbangan kita. Tinggal masukin nomor penerbangan nanti
keliatan statusnya. Kita masukin nomor penerbangan kita dan keterangannya sudah
mendarat dengan bagasi di belt 44. Ada rute ke belt nya juga. Akhirnya kita
ikutin rute itu dan ternyata jauh banget. Akhirnya sampe juga tuh ke
pemeriksaan imigrasi, setelah itu baru kita menuju belt 44 dan ambil
koper-koper kita.
Di deket sana juga ada toilet, langsung aja kita gantian ke
toilet. Dan di depan toilet juga ada air minum, Karin sama Valin ngisi ulang
botol minum sampe penuh. Anyway airnya air dingin loh. Gila seger banget
(noraaaakkk!)
Suasana belt pengambilan bagasi, Changi |
Valin (Kiri) dan Karin (sisanya) yang lagi ambil minum gratis, wkwk |
Setelah mengambil minum sebanyak-banyaknya, kami bergegas
mencari tempat buat makan. Bukan, bukan restoran. Tapi tempat yang enak buat
buka bekal haha. Akhirnya nemu juga tuh, semacam lobi buat naik turunin
penumpang taksi dan sejenisnya. Lumayan sepi. Kita duduk di bangku dan buka
nasi bungkus bawaan Karin. Makan deh! Bodo amat lah makan nasi bungkus di Changi,
yang penting kenyang. Putusin urat malu, palingan kalo ada petugas buru-buru
ditutupin biar ngga keliatan. Cuma ngeri diusir doang, tapi kayaknya mah ngga
bakal diusir haha.
Suasana makan nasi bungkus |
Setelah kenyang kami bergegas menuju Bugis, tempat
penginapan kita. Sebenernya sih kita Cuma nyewa buat 2 malem aja, tanggal 25
malem dan 26 malem. Jadi malam itu kami berniat keliling-liling Chinatown atau
mana aja gitu yang emang rame kalo malem. Sebelumnya mau mampir ke Masjid
Sultan (Masjid terkenal di Singapore) buat sholat. Menuju Bugis kita naik MRT.
Parahnya, penjualan tiket MRT udah full make mesin, dan kita ngga tau gimana
cara makenya. Setelah nyontek sama orang sebelah baru deh bisa. Biayanya dari
Changi ke Bugis (kalo ngga salah) S$ 2.3. dari Changi kita transit di Tanah Merah dan naik lagi ke
arah Joo Koon tapi turun di Bugis.
Dari stasiun Bugis, kita jalan kaki ke masjid Sultan.
Untungnya ngga terlalu jauh. Dan rasanya ngeliat masjid Sultan itu..... tidak
terdefinisi. Happy banget dehh pokoknya. Akhirnya kita wudhu tuh. Dan wow,
tempat wudhunya ada kipas anginnya + ada bangku dari semen untuk orang-orang
yang ngga kuat wudhu sambil berdiri. Karena lagi ada renovasi gitu, kita jadi
bingung kalo cewek masuknya lewat pintu mana, jadi abis wudhu kita Cuma
terduduk di kursi samping masjid sambil mandangin anak-anak (kayaknya SMP) main
bola di jalanan depan masjid. Kondisinya itu udah sekitar jam 11 malem waktu
Singapore, dan anak-anak itu masih main bola ckck. Ada satu anak yang masuk ke pelataran masjid
dan lewatin kita. Karin nanya juga tuh ke dia yang keliatannya abis cuci muka.
Karin nanya pintu masuk buat yang cewek, dan ternyata pintu masuknya ada di
deket kursi yang kita dudukin. Dan menggembirakannya lagi, anaknya ganteng! Dia
tinggi, tapi emang masih kayak SMP gitu. Tapi mukanya kayak campuran arab sama
bule, makanya ganteng haha.
Kami memasuki masjid dan langsung ke lantai dua yang khusus
buat akhwat. Udara sejuk dari kipas angin yang banyak terpasang segera
menyambut. Ada 2 orang perempuan berjilbab yang keliatannya mahasiswi yang lagi
ngobrol-ngobrol di sana. Karena ngga tau mukena masjid ditaro dimana, akhirnya
kita bertiga sholatnya gantian make mukena Valin. Abis sholat, Karin nanya sama
mahasiswi itu, masjid tutupnya jam berapa. Soalnya masjid Sultan bukan Cuma
tempat ibadah aja, biasa dikunjungi tourist juga jadi mungkin ada jam tutupnya.
Subhanallahnya adalah, mahasiswi itu bilang ngga ditutup malem itu, karena mau
ada Qiyam (Qiyamul lail). Karin memverifikasi kalau kita bisa stay di masjid
sampe Subuh, dan sang mahasiswi menjawab “Bisa banget!”
Dengan perasaan bahagia, kami tidur di pojokan, koper-koper
dan barang-barang kami susun sedemikian rupa, tidak lupa tas kami jadikan
sebagai bantal. Karpet masjid yang empuk, kipas angin yang bertiup kencang,
mengantarkan kami menuju alam mimpi. Aku peringatkan NOT TO TRY THIS AT ANY MOSQUE, ESPECIALLY FOR WOMEN! Bisa tidur di masjid Sultan adalah keberuntungan
belaka, karena malem setelahnya, waktu aku sama Valin lewat masjid Sultan lagi,
gerbang masjid lagi digembok. Sumpah, kita berasa beruntung banget. Dan kami
tidur dengan senyum tersungging di wajah.
Suara-suara bacaan Qur’an membangunkan aku. Aku lirik Karin dan
Valin udah duduk. Dan udah rapi berjejer beberapa shaf wanita. Aku lirik jam
tangan sekitar jam 3an waktu Indonesia. Karin dan Valin gantian wudhu tuh,
sementara aku masih blank banget. Karena keterbatasan mukena, jadinya Cuma
Valin yang ikut Qiyam, aku sama Karin yang tadinya sempet ngeliatin doang ganti
posisi jadi tidur lagi! Parah wkwk. Tapi Valin trip ke Singaporenya jadi
berkesan banget, sempet Qiyam berjama’ah di masjid Sultan haha.
Jam setengah 5an waktu Indonesia, aku kebangun lagi. Udah
mau subuh ternyata. Aku buru-buru ambil wudhu, tapi tetep aja sholatnya
gantian. Ngomong-ngomong, Indonesia dan Singapore itu beda 1 jam, Singapore
lebih cepet. Tapi suasananya sama kayak di Indonesia. Jadi pas jam setengah 5an
waktu Indonesia, di Singapore udah jam setengah 6an. Tapi diluar masih gelap, sama aja
kayak setengah 5nya Indonesia. Selesai sholat, kita beresin barang-barang dan
menuju tempat wudhu masjid lagi. Kita ganti baju dan bersih-bersih disana. Ngga
bisa mandi karena emang toiletnya ya Cuma buat buang air doang, ngga ada kolem
air atau showernya. Selesai bersih-bersih, ganti baju dan rapi-rapi, kita meninggalkan
masjid Sultan, masjid penyelamat dari luntang-lantung di jalan. Karena jalanan
masih sepi, jadinya kita foto-foto dulu di sekitar masjid.
Masjid Sultan yang sedang mengalami renovasi di beberapa bagian. |
Aku di lingkungan yang masih sepi. |
Valin looks like a model ^-^ |
Karina with her luggage |
Abis puas foto-foto, baru deh kita menuju hotel konferensi.
Jalanan masih sepi banget padahal udah sekitar jam 8an kalo ngga salah. Mungkin
emang rush hournya orang Singapore jam 9 atau jam 10an. Kita naik MRT lagi dari
stasiun Bugis, masih dengan bawa-bawa koper loh itu, soalnya mau nitip ke
resepsionis hotel tempat kita nginep eh belom buka resepsionisnya. Kita naik
MRT dan turun di stasiun apa gitu deh lupa. Keluar dari stasiun ada bapak-bapak
yang nanya mau kemana, karena kita pada make jilbab jadinya ditanyanya make
bahasa Melayu. Kita bilang tuh hotel tempat konferensi, terus sama dia
ditunjukkin deh arahnya. Gila baik banget, pas baru sampe stasiun Bugis dari
Changi juga ada yang nanya mau kemana, dan ditunjukkin juga arah tujuannya.
Ramah-ramah banget deh pokoknya!
Sampe di hotel tujuan, ternyata acaranya belom mulai.
Acaranya ada di lantai 2, akhirnya kita bertiga naik lift menuju lantai 2.
Tiba-tiba aja, Valin sang ketua delegasi ngga mau presentasi, karena menurut
dia Inggrisnya ngga terlalu bagus, Karin juga nolak presentasi karena dia
ngerasa ngga terlalu nguasain materi. Dengan membulatkan tekad, akhirnya aku
siap-siap untuk presentasi. Ngga berapa lama, datanglah seorang perempuan
dengan gayanya yang santai bersama seorang laki-laki, yang ternyata adalah
suaminya. Perempuan itu make jilbab juga, makanya dia nyapa kita dan ngucap
salam “Assalamu’alaikum”. Kita ngikutin dia masuk ke ruang konferensi tuh,
koper-koper kita taro di pojok ruangan dan aku sengaja ngambil tempat disamping
mbak-mbak yang ternyata bernama Sakinah dari Malaysia. Mrs. Sakinah ini baik
dan ramat banget. Aku jadi nyaman ngobrol sama dia. Dan ternyata suaminya
adalah dosen dan salah satu juri di konferensi. Wow!
Mrs. Sakinah yang kindful |
Konferensi pun dimulai sekita pukul 10 pagi. Ada tea break
sekita jam 12an, dan dilanjutin konferensi terus ada makan siang bareng. Aku
belom kebagian presentasi juga, makanya masih rada deg2an. Makan siangnya di
lantai satu, dan terkutuklah lift yang bikin aku pusing makanya ngga nafsu
makan. Padahal makanannya banyak dan enak-enak, tapi aku malah ngga abis.
Dessertnya juga ngga aku abisin, huwaaaa sayang banget~~ selesai makan, konferensi
dilanjutin dan aku kebagian presentasi. Aku berusaha melakukan presentasi
semampu aku, tapi yang menyedihkannya, Karin sama Valin ngga moto T-T. Tapi
yang penting semua sudah selesai. Acaranya selesai sekitar jam 4 sore. Kami
banyak foto-foto sama delegasi dari negara lain, seperti Thailand dan Myanmar.
The Conference |
Pas lagi presentasi >.< |
Sama temen dari Myanmar |
Bersama teman-teman dari Thailand, sayang ngga ada Kao Jirayu :v |
Lunch |
Smileeeeeeeeee :) |
Selesai konferensi, hujan turun dengan deras. Akhirnya kami
berlari-lari memasuki stasiun dan kembali ke stasiun Bugis. Di stasiun Bugis
tetep aja stuck karena hujan yang deras dan jarak stasiun dengan hotel yang
agak jauh. Jadinya kita stay di stasiun Bugis sambil memandangi hujan. Ternyata
di Singapore bisa ujan juga ya (yaiyalah!), dan emang setelah aku perhatiin,
per-awan-an Singapore besar-besar juga loh, hampir mirip Bogor, kebanyakan
kayaknya Cumulonimbus deh (sotoy). Hujan yang mulai reda mengirim kami ke
hotel. Kamipun check in dan menuju kamar kami di lantai 3. Kami memesan kamar
yang sistemnya kayak asrama. Jadi satu kamar bisa untuk 8 orang tapi itu khusus
perempuan, soalnya ada juga yang kamar campur, udah lazim kayaknya di Singapore
mah. Sesampainya di kamar, perasaan bahagia manyelimuti kami saat melihat
tempat tidur. Kayaknya udah lamaaaaaa banget deh ngga tidur di kasur wkwk. Kamipun
mandi dan sholat ashar dan zuhur yang dijama’. Oh iya, baru ada 1 orang -yang
lagi keluar- di kamar kita. Anyway hape aku udah lowbet dari bandara
Soekarno-Hatta. Di samping kasur sih ada colokan, tapi beda gitu, mesti make
adapter lagi. Jadinya untuk ngubungin keluarga lewat Ipad Karin yang masih
nyala dan bisa akses ke Wifi hotel. Abis itu kita tidur karena udah capek
banget.
Jam setengah 8an waktu Singapore kita bangun untuk sholat
maghrib. Abis itu aku dan Valin memutuskan untuk jalan-jalan, sebelumnya kita
nyewa adapter sama resepsionis hotel. Kita mau cari pusat pertokoan yang
murah-murah. Karin ngga ikut karena kecapekan dan kakinya keselo pas tidur di
masjid. Aku dan Valin jadi anak malem karena jam 9 waktu Singapore kita baru main keluar. Kita
nyampe ke Bugis Street tuh, semacam jalan yang kanan-kirinya toko-toko semua.
Kita mah mau liat-liat doang, inget-inget harga aja. Terus kita beli lemon tea
deh, biar keliatannya ngga Cuma muter-muter. Lemon tea aja harganya $1. Kita
gagal jadi anak malem, soalnya jam 10 udah pulang haha. Kita nyari warung
makan, biar bisa beli nasi doang. Soalnya aku mau bikin pop mie dan daging
serundeng yang Karin bawa juga masih ada. Udah muter-muter sekitar Arab street
ngga ketemu juga warung makan Padang yang katanya ada di deket sana, yaudah aku
sama Valin pulang aja. Sesampainya di hotel, kita sholat Isya dan aku ngecharge.
Begitu hape nyala dan dapet wifi itu rasanyaaaaa kayak terhubung ke dunia luar.
Happy banget!
Aku bbman sampe malem. Oh iya aku sama Valin juga nyempetin
buatin tulisan-tulisan untuk orang-orang terkasih *eaaa. Kita juga ngelist
tempat-tempat yang mau didatengin keesokan harinya. Dan ternyata di kamar kami
yang malam itu udah penuh ada orang Indonesia yang lain. Dia dari Kalimantan,
tapi lupa siapa namanya. Dia katanya sih mau ketemu temen. Gokil banget
ketemuan ama temen di Singapore, haha. Setelah itu baru deh aku sama Valin tidur.
Hari berikutnya, tanggal 26 April, kita bangun dan sholat Subuh.
Kita juga mandi dan siap2 berangkat, sengaja berangkat dari pagi biar bisa ke
semua tempat yang ada di list. Sebelum berangkat kami sarapan dulu di rooftop
hotel. Sarapannya self service gitu, kami bertiga bikin sereal + susu + minum
susu, dan ujung2nya pada ngga abis wkwk. Abis makan, piringnya wajib cuci
sendiri. Abis itu baru deh berangkat. Di stasiun Bugis kami bikin tourist
pass biar puas keliling-kelilingnya. Harga bikin tourist pass itu $20, tapi
waktu kita balikin tourist pass nya nanti $10 nya dikembaliin, semacam jaminan
gitu deh.
Destinasi pertama kami adalah Merlion Park! Kami pikir turunnya
di stasiun Marina Bay, eh ternyata pas sampe stasiun sana kata petugasnya
disana Cuma ada semacam kasino gitu. Ucet daahh. Akhirnya kami mundur satu
stasiun ke Raffles Place. Dari Raffles Place jalan kaki ke Merlion Park. Sepanjang
jalan menuju Merlion Park, kami foto-foto dong pastinya. Sampe foto gantian di
depan perahu wisata yang lagi ngelewatin danau, haha.
Perahunya masih keliatan gede |
Masih ada |
Untung masih keliatan wkwk |
Kami kembali melanjutkan perjalanan. Go to Merlion Park means
we have to cross Esplanade Road. And trust me the road was sooooooo cool. We
take pictures there, of course.
Finally sampailah kami di Merlion Park. Rasanya tuh happy
banget karena bener-bener berasa di Singaporenya. FYI, Merlion itu adalah nama
patung yang jadi iconnya Singapore. Nama itu merupakan gabungan dari kata
Mermaid dan Lion yang merupakan bentuk patung tersebut. Kita foto-foto
sepuasnya, dan ngga lupa juga foto memamerkan tulisan-tulisan “thanks to” yang
udah kita buat. Tapi di sana panas banget, karena emang disana itu gedung
melulu kan isinya plus langsung berbatasan sama teluk yang juga membawa aroma
laut.
Setelah puas foto-foto, kami
kembali berangkat menuju NTU (Nanyang Technology University) yang
merupakan request-annya Valin. Di jalan menuju Stasiun Raffles Place, kami
ketemu sama Mrs. Sakinah. Cuma sempet say hy + cipika-cipiki doang karena dia
juga kayaknya buru-buru.
Menuju NTU kami menempuh perjalanan yang cukup jauh, atau
sejauh yang mungkin ditempuh di Singapore. Kami turun di stasiun Boon Lay yang
waktu tempuhnya bisa diisi dengan tidur di MRT. Keluar stasiun Boon Lay kami
langsung memasuki semacam mal gitu, sebenernya sih kita mau ke terminal Boon
Lay, tapi ya jalannya emang mesti ngelewatin mal dulu (ribet amat idupnya-_-).
Kita naik bus nomor 199 yang jalurnya emang melewati atau mengelilingi NTU. Percaya
deh, antrian buat naik bus nya aja rapi banget. Setiap nomor bus ada line
antriannya sendiri. Cool parah. Oh iya, tourist pass bisa digunain buat bus
juga, tinggal tap aja pas naik dan turun bus. Bus 199 pun datang, dan bus nya
itu bus tingkat! Yaaaayyy! Kami sengaja naik di atas, aku sendiri duduk di
barisan paling depan, di samping anak smp (mungkin) yang lagi asik makan es
krim bikin ngiler. Di dalem bus juga ada layar penghitung jumlah kursi yang kosong.
Keren!
Kerennya lagi, bus umum itu memasuki atau mengelilingi NTU
juga. Karena ada misskom, kami jadinya turun di sebuah halte ngga jauh dari
pintu masuk. Pengennya sih foto di depan tulisan Nanyang Tech Univ nya tapi
ngga tau mesti kemana. NTU segede gitu masa mau di kelilingin jalan kaki? Ada sih
tulisan kayak gitu di depan pintu masuk, tapi ngga yakin juga bisa dijadiin
tempat foto, soalnya topografinya (alah!) yang agak menanjak gitu deh pokoknya.
Akhirnya kami nungguin bus yang sama di halte itu, dan harus merasa puas
ngeliat-liat NTU dari balik kaca bus. Dan
sumfeh deh NTU gede banget! Keren banget pokoknya.
Kami kembali menuju ke halte Boon Lay itu. Sesampainya disana,
kami keliling mal dulu. Ada sejenis Japan Street, Korean Street sama Thai
Street gitu deh di sana. Semacam pameran makanannya gitu. Kami juga udah
bertekad buat beli makan sih, dan targetnya paling mahal $5, eh tau-taunya di
depan mal ketemu jejeran toko-toko makanan gitu dan ada yang ngejual nasi
lemak pake ayam dan telur mata sapi dan sambel seharga $2.2 haha rejeki anak soleh emang
ngga kemana. Aku juga sempet beli fish ball gitu, enak banget deh. Kita makan
di trotoar tuh, udah kelaperan banget seoalnya. Terus tiba-tiba aja gerimis,
untung nasi lemaknya udah abis. Akhirnya otw stasiun Boon Lay lagi menuju
Chinatown!
Sampe di Chinatown ternyata ujan juga. Setelah sempet stuck
di depan toko yang tutup (sedih amat) akhirnya kami memutuskan untuk payungan
satu bertiga. Cuma si Karin yang bawa payung soalnya, haha. Kami menuju satu
toko yang udah kami incar karena harga yang dipajangnya murah. Aku beli
gantungan kunci, kaos, postcard, gelang, sama tas. Aku juga beli jam tangan
buat Papa yang tanggal 27 nya ulang tahun hehe.
Tadinya abis dari Chinatown kami mau ke Little India gitu
kan, tapi berhubung pinggang dan kaki yang udah pegel banget,
terpaksa rencana itu dibatalkan. Kami pun touch down hotel. Tadinya mau naik
bus, tapi ngga tau rutenya jadinya naik MRT lagi. Sesampainya di hotel kami
istirahat (re : tidur). Abis sholat maghrib, aku sama Valin otw lagi ke Merlion
karena kami berdua ngincer banget suasana malemnya. Kalo Karin Cuma ke Bugis
Street aja buat nyari oleh-oleh, soalnya kakinya masih keseleo jadi kalo jalan
jauh-jauh mungkin masih berasa sakit. Aku dan Valin lari-larian tuh, ke stasiun
Bugis, dan dari stasiun Raffles Place ke Merlion Parknya. Soalnya, kami mesti
nukerin tourist pass sebelum counternya tutup jam 9 malem. Bisa aja sih
nukerinnya besok pagi, tapi bukanya jam 10 sementara kami naik pesawat pagi. So,
aku sama Valin lari-larian aja kayak bocah karena kami berencana ke Orchard
Street juga. Pas lewatin jembatan yang deket Anderson Bridge sempet foto-foto
juga sih. Bagus dehhh, jembatannya banyak lampunya soalnya.
Dan pas sampai di Merlion.... SUBHANALLAH! Pengen nangis
rasanya saking indahnya.
Apa ya? susah digambarin dengan kata-kata, bisanya dengan foto langsung aja haha. Lampu disana-sini, Kincir (ngga tau namanya apa) yang lampunya berubah-ubah, Helix Bridge yang sama terangnya, pokonya apa ya, keren parah lah pokoknya. Sama sekali bukan pilihan yang buruk kesana malem-malem. Dan pas malem emang suasanya lebih sepi. Indah banget lah pokoknya.
Apa ya? susah digambarin dengan kata-kata, bisanya dengan foto langsung aja haha. Lampu disana-sini, Kincir (ngga tau namanya apa) yang lampunya berubah-ubah, Helix Bridge yang sama terangnya, pokonya apa ya, keren parah lah pokoknya. Sama sekali bukan pilihan yang buruk kesana malem-malem. Dan pas malem emang suasanya lebih sepi. Indah banget lah pokoknya.
Abis itu, aku sama Valin kan mau ke Orchard, tapi berhubung
udah mau jam 9 jadinya kami memilih nukerin tourist pass dulu. Tapi sayangnya
di st. Raffles Place udah tutup counternya, akhirnya kami menuju stasiun
sebelah yang katanya masih buka. Alhamdulillah keburu nukerin tourist passnya,
gokil aja kalo $10 ngga ditukerin, seratus ribu boy! Dari stasiun itu kami
melanjutkan perjalan ke stasiun Orchard dengan uang sendiri (hiks). Sesampainya
di Orchard aku sama Valin Cuma bisa melongo ngeliatin gedung-gedung yang segitu
kerennya, sampe-sampe di klaksonin taksi coba! Bener-bener kayak bocah kampung
yang baru ke kota wkwk. Tapi ternyata gitu-gitu aja sih, ngga ada yang terlalu
menarik. Kenapa? Karena di Orchard itu kebanyakan pusat perbelanjaan yang buat
kaum berduit dan tentu saja itu bukan aku dan Valin! That’s why Orchard just
so-so for us wkwk. In the end Cuma foto di trotoar doang, sebagai bukti pernah
ke Orchard :D
Dari Orchard masih sempet-sempetnya ke Bugis Street soalnya
ada barang yang kelupaan di beli Valin, yaudahlah ya, sekalian lewat hehe. Ngga
lupa buat beli lemon tea $1 lagi haha. Sampe hotel kembali aku charger
handphone dan jatuh tertidur.
Hari berikutnya, hari Senin tanggal 27 April, kami bangun
jam 5 waktu Indonesia dan siap-siap dan sholat dan berangkat menuju Changi.
Pesawat Karin dan Valin soalnya take off jam 8 makanya kami buru-buru banget
kesananya. Sesampainya di Changi udah jam 7an tuh, kami langsung menuju
terminal 2 dan nanya check in untuk Tiger Air. Ternyata counternya paling ujung
dan gate nya udah dibuka. Abis itu aku berpisah sama Karin dan Valin, karena
aku pesawat pulangnya emang beda kan sama mereka. Karena mereka ngga dapet
bagasi jadinya 2 koper yang kita bawa aku yang bawa semua, ditaro di bagasi
aku, jadinya aku bawa 2 koper + 1 tas ransel. Aku berpisah dengan mereka deh
tuh dan segera menuju terminal 3 karena ternyata tempat Lion Air disana.
Walaupun aku penerbangan jam 10 tapi tetep aja aku
buru-buru, sendirian soalnya, mesti jaga-jaga aja ngga boleh teledor. Aku check
in di counter 1, dan suasana Changi pagi itu masih sepi banget. Sepi untuk
ukuran bandara Internasional. Aku langsung check in dan naro bagasi, gatenya
dibilangnya A19 tuh. Abis itu aku sempetin dulu buat ambil minum karena aku
capek banget gara-gara jalan buru-buru dan deg2an haha. Abis minum dan
istirahat sebentar aku langsung ngelewatin pemeriksaan imigrasi dan menuju ke
gate A19. Saking jauhnya itu gate aku sampe naik skytrain dulu.
Skytrainnya Cuma sampe A15, dari sana aku jalan lagi ke A19.
Ada mesin flight info, aku iseng kan mau ngecek no penerbangan aku, eh ternyata
gate nya dipindah ke B3 padahal setelah pemeriksaan imigrasi arah gate A dan B
itu bersebrangan! Gosh! Aku naik skytrain lagi dan setiap ada mesin Flight Info
aku cek lagi, takut berubah lagi walau kayaknya ngga mungkin gatenya berubah dua
kali.
Sesampainya di B3 aku tanya petugas dan bener sih disitu
penerbangan aku. Dengan lebih tenang aku nunggu sambil dengerin lagu dan
foto-foto. Baru deh jam setengah 10an kira-kira baru masuk ke pesawat. Aku duduknya
di samping jendela! Seneng banget deh! And it means Bye Singapore! Wish me come
back ya!
Di pesawat aku fotoin awan-awan melulu, abisnya keren sih. Terus
aku beberapa kali ketiduran juga. Sampe di bandara Soekarno-Hatta aku ngubungin
Karin tapi ngga bisa-bisa juga. Padahal mereka semestinya udah landing dari jam
9an. Emang sih pas aku mau ngambil bagasi ada pengumuman tentang nomor
penerbangan Karin yang udah landing, maksudku kalo udah dari tadi juga mestinya
ngga perlu diumumin kan? Waktu aku sampe bandara udah jam 12an soalnya. Ternyata
pesawatnya Karin dan Valin delay coba. Makanya mereka juga baru sampe. Di terminal
Damri kami tukeran barang bawaan tuh, dan touch down menuju rumah
masing-masing.
Singapore adalah negara pertama, dan akan kupastikan ia
bukan negara terkahir! :)