Aku tahu FF ini masih jauh dari memuaskan, untuk itu aku harapkan pendapat, komentar, kritik, saran, uang, tas, sepatu, baju atau apa aja deh dari readers, hehe ^^.
Alright guys, here the story goes. Please enjoy! ^^
Cast :
- Lee Min Ho as Lee Min Ho
- Meidiana Maharani as Yoon Hye Sun
- Jung Yong Hwa as Jung Yong Hwa
- Ramawati Febrian as Chen Ji
- Anisa Darmanita as Kim Eun Sa
- Krisdiyanti as Jung Han Mi
- Anizsarah Hanza as Lee Ji Eun
Chapter 1
Takdir. Setiap
orang mempercayainya dan mereka memiliki takdirnya masing – masing. Namun tidak
ada satu orang pun yang tahu bagaimana takdir itu bekerja, kapan, dan dengan
cara apa takdir itu menyapanya.
Begitu juga dengan
ku. Aku tidak tahu takdir apa yang akan menghampiriku. Hanya saja sekarang aku
baru sadar, bahwa takdir indah ku tengah merangkak dalam gelap dan naik menuju
galaksi terindah untuk menyuruh bintang di nebula mengerlipkan cahayanya yang
menyilaukan sehingga membuat hatiku seterang bulan purnama.
♥♥♥
Libur musim dingin
masih seminggu lagi. Namun aku harus tetap bekerja paruh waktu di toko souvenir
milik Oppaku. Ups! Maksudku Yong Hwa Oppa (Oppa = panggilan perempuan ke
kakak laki – laki atau ke pacar). Jujur saja aku memang menyukainya. Setiap
hari terasa menyenangkan jika bersamanya.
Bus yang ku tunggu
pun datang, aku segera naik dan memasukkan kartu perjalanan. Kebetulan sekali
saat aku naik, ada seorang ahjumma
(bibi) yang turun. Aku pun bergegas menuju kursi yang kosong itu. Saat akan
duduk, aku bertabrakan dengan seorang namja
(laki – laki).
“Mian (maaf), tapi aku melihatnya lebih
dulu.” Ujarku sopan.
“Tapi aku sudah
berdiri lebih lama dari mu.” Aku pun mulai jengkel. Tanpa berkata apa – apa
lagi, aku pun segera duduk di kursi kosong itu. ‘Sekarang laki – laki itu tidak akan bisa berbuat apa – apa lagi,’
pikirku dalam hati. Namun dugaan ku salah, tiba – tiba saja laki – laki itu menarik
tanganku dan membuatku berdiri tegak kembali.
“Ya (hei)! Apa yang kau lakukan?” Omelku
“Apa yang ku
lakukan? Seharusnya aku yang bertanya padamu apa yang kau lakukan. Kenapa kau
duduk seenaknya saja padahal urusan kita belum selesai.”
“Mwo (apa)? Apa kau tidak mau mengalah demi seorang yeoja (perempuan)?”
“Aniyo (tidak)! Jika didalam suatu
antrian setiap laki – laki harus mengalah pada wanita, kapan laki – laki itu
bisa menyelesaikan urusannya? Lagipula kalaupun aku mau mengalah, aku akan
mengalah pada ibu – ibu hamil, nenek tua ataupun anak kecil, dan satu lagi
adalah orang yang ku sayangi. Kau tidak termasuk dalam salah satu kategorinya
kan?”
Aku tersenyum
kecut, “Mwo (apa)? Apa maksudmu? Aku benar – benar tidak bisa mempercayai apa yang
ku dengar.”
“Singkatnya, aku
tidak mau mengalah darimu.”
“Coba saja rebut
kursi itu dari ku kalau kau bisa!”
Aku dan laki – laki
itu pun segera membalikkan badan untuk memperebutkan kursi itu. Namun, oh
astaga! Sudah ada seorang ahjussi (paman) yang menempatinya. Ternyata perdebatan
kami memakan waktu yang cukup lama sampai melewati beberapa pemberhentian. Dan ahjussi itu naik di pemberhentian yang
baru saja kami lewati dan ia segera menuju ke kursi yang dipikirnya kosong.
“Ini semua
salahmu!” Kataku
“Apa? Jika tadi kau
membiarkan aku duduk, jadinya tidak akan seperti ini.”
“Ya (hei)! Kurasa bukan aku yang
berbicara panjang lebar.”
“Terserah. Aku
harap aku tidak akan pernah bertemu dengan mu lagi.”
“Aku harap juga
begitu.”
Aku pun segera berjalan
untuk menjauhi laki – laki menyebalkan itu. ‘Kurang ajar! Betapa menyebalkannya
dia...’
♥♥♥
Yong Hwa Oppa mengajakku jalan – jalan ke taman
bunga esok hari yang bertepatan dengan akhir pekan. Tentu saja ide itu kusambut
dengan gembira. Sesampainya dirumah, aku pun segera menyiapkan pakaian yang
akan ku pakai esok hari. Entah mengapa baju – baju ku terlihat sangat jelek dan
kuno, apa itu karena aku yang ingin terlihat sempurna di depan Yong Hwa Oppa ya? Hmm, bisa jadi.
Aku pun memilih
salah satu baju ku. Baju lengan panjang berwarna putih, ku padukan dengan jaket
tebal warna biru muda selutut, celana jeans hitam, syal tebal dan topi berwarna
krem. Hm, perfect!
Setelah selesai
menyiapkan pakaian, aku pun berlanjut menyiapkan makanan yang ingin kubawa
besok dan akan kumakan bersama Yong Hwa Oppa.
Aku membuat beberapa makanan, pertama aku menyiapkan sayur – sayuran, daging,
dan nasi yang merupakan bahan utama untuk membuat Kimbab dan Yubuchobap. Untuk
Kimbab aku juga menyiapkan rumput laut (kim), sedangkan untuk Yubuchobap aku
sudah menyiapkan tahu yang telah selesai ku goreng. Karena aku masih mempunyai
persediaan Kimchi, jadi aku tidak perlu membuatnya lagi. Lagi pula, membuatnya
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memfermentasi sayurannya bukan? Entah
berapa lama aku berkutat dengan masakan ku. Tiba – tiba ponsel ku berdering.
Dari Chen Ji.
“Yoboseyo (Halo)? Naya (Ini aku). Mwohae
(Ada apa)?” Ujarku memulai pembicaraan.
“Ya (hei)! Kau kemana saja? Kami sudah
lama menunggumu.” Terdengar suara Eun Sa yang keras sekali sampai aku harus
menjauhkan ponsel ku dari telinga untuk menghindari serangan radang telinga
dadakan.
“Mwo (apa)? Kenapa kalian menunggu ku?”
Tanyaku tanpa rasa bersalah. Memangnya aku salah apa?
“Kami sedang di
rumah Chen Ji. Kita kan sudah janji malam ini akan menginap dirumahnya. Apa kau
lupa?” sepertinya ponsel Chen Ji telah direbut Han Mi.
“Mwo (apa)? Jeongmalyo (benarkah)? Omo
(Astaga)! Aku lupa! Mianhae (maafkan
aku).” Kali ini aku benar – benar merasa bersalah.
“Dwaessseo (sudahlah)! Sekarang cepat kau
kesini ya. Kita pesta piyama. Menyenangkan sekali bukan?” Aku tahu kalau ponsel
itu telah direbut kembali oleh sang empunya ponsel.
“Mian (maaf), tapi aku tidak bisa. Hmm,
sekarang aku sedang tidak dirumah. Aku sekarang sedang... hmm, sedang dirumah
bibiku. Ne maja (iya benar)! Ya (hei)! Sudah dulu ya, aku sedang
membantu bibiku memasak. Nanti aku telepon lagi ya, aku tutup teleponnya.
Annyeong (sampai jumpa)!” Tuut... tuut... tuutt...
Aku memutuskan
sambungan, lalu menarik napas panjang. ‘Mianhae’
(maafkan aku), ujarku pada diri sendiri. Aku sengaja berbohong dan memutuskan
untuk tidak memberi tahu teman – teman ku kalau besok aku akan berkencan dengan
Yong Hwa Oppa. Mereka memang sudah
tahu kalau aku menyukai Yong Hwa Oppa,
dan karena itu pula aku khawatir mereka histeris dan tiba – tiba mendapat ide
sempurna untuk mengikuti aku dan Yong Hwa Oppa.
Tentu saja aku tidak mau hal seperti itu terjadi. Memang sih aku dan Yong Hwa Oppa sering pergi bersama. Tapi
menurutku hal itu tidak bisa dikategorikan sebagai kencan, karena biasanya kami
hanya pergi ke toko buku, dan toko barang – barang antik. Sebagus – bagusnya
tempat yang kami kunjungi adalah bioskop dan setelah itu pergi makan bersama.
Itupun biasanya kalau Yong Hwa Oppa
sedang sangat gembira, misalnya jika ia mendapat nilai A pada mata kuliahnya.
Dan hal itu juga tidak bisa dikategorikan sebagai kencan. Karena menurut
pendapatku, kencan itu adalah pergi ke tempat yang romantis, memakan makan
siang yang dibawa sang perempuan, berfoto bersama, dan melakukan hal – hal yang
romantis lainnya.
Hufth, aku menarik
napas panjang. Sudah larut malam, untung saja semua masakanku sudah matang. Geurae (baiklah), aku akan tidur dan
bangun pagi – pagi sekali. Aku akan mengemas masakanku di kotak makan esok pagi
dan berdandan yang cantik!
♥♥♥
Bunga – bunga disini sangat cantik dan
berwarna – warni tentunya. Mawar merah, melati, anggrek, eddelweis, tulip dan
lavender menjadi pemandangan yang sangat indah yang terhampar di hadapan kami.
Apa lagi aku sedang bersama seseorang yang betul – betul kukagumi. Diam – diam
aku melirik Yong Hwa Oppa yang
berjalan disampingku. Tiba – tiba saja ia juga menoleh ke arah ku, dan membuat
pandangan kami beradu. Karena malu, aku segera memalingkan wajah. Namun dari
ekor mataku, aku tahu bahwa ia tersenyum.
Tiba
– tiba saja aku merasakan sesuatu yang lembut menggamit tanganku dan
menggenggamnya. Omo (astaga)!
Mungkinkah... Aku segera berhenti dan menoleh, benar dia yang melakukannya.
Yong Hwa Oppa me... memegang
tanganku.
“Izinkan
aku, menggenggam tanganmu,” saat aku mendengar suaranya yang lembut mengalun,
aku merasa seperti sedang mendengarkan Michael Jackson bernyanyi. Apa aku
berlebihan? Ku rasa tidak.
“Ini namanya
mencuri,” Ujarku berusaha fokus pada Yong Hwa Oppa dan menghilangkan
pikiran ‘dapatkah Yong Hwa Oppa menjadi
King of Pop sebagai pengganti Michael Jackson?’
“Mwo (apa)?” Dia bersuara lagi, ya Tuhan
kenapa rasanya hatiku berlomba – lomba mencair karena mendengar suaranya?
“Oppa meminta izin setelah memegang
tanganku. Itu namanya mencuri.”
“Kau lah yang telah
mencuri,” Ujarnya yang membuat ku kaget setengah mati.
“A.. Apa maksudmu?”
Aku bingung sekali. Aku takut ada seseorang yang memfitnah ku dan mengatakan
bahwa aku telah mencuri beberapa barang dari toko souvenir Yong Hwa Oppa dan menjualnya di luaran dengan
harga yang lebih murah. Hal apa lagi yang terpikirkan oleh ku?
“Kau telah mencuri
waktu ku,” Tenggorokan ku tercekat, aku tidak dapat berkata apa – apa lagi.
“Kau membuat ku memikirkan mu sepanjang hari, sampai aku tidak bisa fokus
belajar dan bekerja. Apa yang kau lakukan padaku? Bagaimana bisa kau mencuri
waktu ku yang berharga?” Aku tersenyum karena mengerti ucapannya dan aku tidak
menyangka dia akan mengatakan itu.
“Oppa...” Baru saja aku ingin berbicara,
tiba – tiba dia memegang tanganku yang satunya, dan dengan lirih ia berkata
“Tahu kah kau, aku mencintaimu Yoon Hye Sun?” Aku merasakan bahwa bumi berhenti
berputar serta keadaan disekitarku melebur dan hanya menyisakan kami berdua
saat Yong Hwa Oppa mendekatkan
wajahnya ke arah ku dan menciumku.
♥♥♥
Krriiinnnngggg......
Suara nyaring itu,
aku benci sekali. Aku kaget saat mendapati diriku masih di atas tempat tidur.
Jadi... jadi... jadi... yang tadi itu hanya mimpi? Aigoo (aduh).. mengapa
terasa begitu nyata? Apa mimpi itu pertanda bahwa Yong Hwa Oppa akan menyatakan perasaannya padaku ya? Aku harap sih begitu :)
Aku tersenyum riang
sebelum menyadari bahwa jam menunjukkan pukul 8. Omo (astaga)! Aku harus siap – siap.
♥♥♥
Aduh, sial! Saking
terburu – burunya aku sampai lupa memakai syal ku. Padahal udara hari ini
dingin sekali. Ya sudahlah, aku harus cepat. Jangan sampai membuat Yong Hwa Oppa menunggu lama. Ah, itu dia Yong Hwa
Oppa.
“Oppa...!” Aku memanggilnya dan segera
menghampirinya. “Oppa mianhae (maafkan aku). Maaf aku
terlambat datang.” Ujar ku lagi
“Gwaenchana (tidak apa – apa). Aku belum
lama menunggu, jangan khawatir. Ayo kita masuk.” Kami pun masuk setelah
sebelumnya Yong Hwa Oppa membayar
tiket masuk.
Meskipun saat ini
pohon – pohon sedang gundul, namun beberapa bunga disini tetap bermekaran
dengan indahnya.
“Waaahhh... Neomu kyeopta (sangat cantik)!” Seruku
“Gerom (tentu). Makanya banyak pasangan
yang datang kesini untuk menikmati keindahan bunga – bunga disini bersama –
sama.”
“O (iya). Hm, Oppa, kenapa kau mengajakku kesini?” Tanyaku harap – harap cemas.
“Ne (ya)? Oh, aku.. aku akan menemui
seseorang. Dia teman lama ku.”
“Apakah dia seorang
wanita?”
“Gerom (tentu).” Mwo (apa)? Apakah dia akan berkencan dengan wanita itu?
“Ji Eun-a!” Tiba –
tiba Yong Hwa Oppa memanggil seseorang. “Gidarilgeyo (tunggu aku),” Ujarnya padaku, aku hanya membalasnya
dengan seulas senyum.
Yong Hwa Oppa benar – benar tampan. Cara
berbicaranya dengan orang lain saja benar – benar membuatku terpesona. Melihatnya,
membuat kalimat indah terangkai dengan sendirinya dikepala ku. Kalimat ini
tidak boleh hilang, aku segera
menuliskannya pada selembar kertas yang kusobek dari buku catatan yang selalu
ku bawa – bawa kemanapun.
‘...dengan apa harus aku lukiskan indahnya
pertemuan kita? Sementara Eddelweis dan Tulip yang mekar itu pun diam membisu
menatapmu. Sanggupkah aurora di langit malam kutub menyaingi keindahan mu? Bila
yang ada ia bersembunyi dibalik sinar mentari, aku tidak bisa mengatakan
apapun. Biar bias jingga dan semburat oranye kemerahan yang menghias diorama
nyata alam terbuka yang mewakili indahnya kehadiranmu...”
Selesai. Aku
melipat kertas itu menjadi dua.
“Adik kecil, Jamkanmanieyo (tunggu sebentar)!” Aku
memanggil seorang anak yang melintas didepanku. “Tolong berikan kertas ini pada
laki – laki itu. Arachi (mengerti)?”
Aku menunjuk kearah Yong Hwa Oppa,
dan anak itu pun mengangguk.
“Ini untukmu. Gomawo (terima kasih),” Kataku sambil
menyerahkan kertas dan coklat (yang sudah kubeli 2 hari lalu namun lupa ku
makan) untuk anak itu.
Aku memperhatikan
anak itu berjalan. Lucu sekali dia, mungkin usianya sekitar 4 tahun. Anak itu
mengingatkan ku pada Eun Jong, adiknya Eun Sa yang usianya sama dengan anak
itu. Tapi tunggu dulu, dia tidak berjalan ke arah Yong Hwa Oppa. Melainkan berjalan ke arah laki – laki yang berdiri di
belakang Yong Hwa Oppa yang juga
tidak jauh dari tempat ku berdiri. Sepertinya anak itu salah orang. ‘Tunggu
dulu! Andwae (jangan)! Andwae! Jangan berikan kertasnya!’
Teriakku dalam hati. Namun terlambat, anak itu telah menyerahkannya.
“Mwo (apa)? Dari siapa?” Terdengar samar
– samar suara laki – laki itu. Aku pun segera membalikkan badan, memetik
setangkai bunga dan berpura- pura mencium wanginya. Jangan sampai laki – laki
itu mendatangiku. Ya Tuhan, dowa juseyo (tolong
aku).
“Apakah ini
darimu?” Terdengar suara laki – laki yang membuatku mematung. Sedetik kemudian,
aku pun membalikkan badan dan segera membungkuk untuk meminta maaf.
“Jweisonghamnida. Jweisonghamnida (maafkan
aku). Anak itu salah orang. Aku tidak
bermaksud memberikannya padamu.” Ujarku sambil membungkuk berulang kali. Saat
aku menegakkan badan...
“Omo (astaga)! Neo (kau)?! ...”
♥♥♥
4 komentar :
lanjutannya mane?
iihhh, bagus banget na :D
ditunggu chapter selanjutnya yah saya sama jung min ^^
lanjutannya akan segera di poskan ^^
ini chapter 2 nya ^^
My Fan Fictions: Last Love Chapter 2
Posting Komentar